October 24, 2025
pariwisata hijau

Liburan bukan lagi sekadar pelarian dari rutinitas — kini, liburan juga bisa menjadi cara untuk berbuat baik bagi bumi.
Fenomena ini disebut green tourism atau pariwisata hijau, dan pada tahun 2025, tren ini menjelma menjadi gerakan global yang mengubah wajah industri wisata dunia.

Dari Bali hingga Bhutan, wisatawan mulai sadar bahwa setiap perjalanan meninggalkan jejak lingkungan: sampah, emisi karbon, dan konsumsi energi.
Maka, muncul gelombang baru wisatawan yang ingin menjelajah dunia dengan cara yang lebih bertanggung jawab.


◆ Apa Itu Pariwisata Hijau?

Pariwisata hijau (green tourism) adalah konsep perjalanan yang memprioritaskan kelestarian lingkungan, budaya lokal, dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Fokusnya bukan hanya menikmati destinasi, tapi juga memastikan bahwa kunjungan wisata tidak merusak alam atau budaya yang dikunjungi.

Prinsip utamanya meliputi:

  • Menggunakan transportasi ramah lingkungan.

  • Menginap di akomodasi berkelanjutan.

  • Mengurangi limbah plastik.

  • Mendukung ekonomi lokal dan komunitas.

  • Menghormati adat dan tradisi setempat.

Tren ini muncul dari kesadaran global terhadap krisis iklim.
Dengan semakin banyak bencana alam dan cuaca ekstrem, pariwisata tak bisa lagi berdiri di luar tanggung jawab lingkungan.


◆ Indonesia di Garis Depan Pariwisata Hijau

Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan alam luar biasa, Indonesia menjadi contoh sukses penerapan eco-tourism.
Bali, Labuan Bajo, Lombok, dan Raja Ampat kini gencar menerapkan prinsip berkelanjutan di sektor wisata.

  1. Bali — Pulau Hijau Digital
    Pemerintah daerah Bali menargetkan 100% energi bersih untuk destinasi wisata pada 2030.
    Banyak hotel di Ubud dan Canggu kini memakai panel surya, sistem daur ulang air, dan pengelolaan sampah terpadu.
    Wisatawan juga diajak ikut dalam gerakan zero waste travel lewat komunitas lokal seperti Bye Bye Plastic Bags.

  2. Labuan Bajo — Ekowisata Laut Terbaik Asia Tenggara
    Kawasan ini kini menerapkan pembatasan jumlah kapal wisata dan zona konservasi laut.
    Operator tur diwajibkan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan dan melibatkan nelayan lokal sebagai pemandu.

  3. Raja Ampat — Simbol Keindahan dan Konservasi
    Raja Ampat menjadi ikon dunia dalam menjaga keanekaragaman laut.
    Setiap wisatawan dikenakan “kontribusi konservasi” untuk mendanai pelestarian terumbu karang dan habitat laut.

Selain itu, Indonesia juga memperkenalkan konsep Desa Wisata Hijau, di mana wisata dikembangkan langsung oleh masyarakat lokal tanpa merusak budaya dan lingkungan.


◆ Teknologi dan Inovasi Ramah Lingkungan

Tahun 2025 menandai masuknya teknologi hijau dalam dunia pariwisata.
Dari aplikasi pemantau emisi karbon hingga sistem smart waste management, banyak inovasi digital membantu wisata lebih efisien dan ramah bumi.

Beberapa contohnya:

  • Aplikasi Jejak Karbon: wisatawan bisa menghitung emisi selama perjalanan dan menebusnya lewat program penanaman pohon.

  • Hotel Eco-Tech: menggunakan sensor otomatis untuk menghemat listrik dan air.

  • Transportasi Hijau: kendaraan listrik kini menjadi standar di kawasan wisata utama seperti Ubud dan Mandalika.

Teknologi bukan lagi musuh lingkungan — justru menjadi alat untuk menciptakan pariwisata yang berkelanjutan dan terukur.


◆ Pariwisata Hijau dan Ekonomi Lokal

Salah satu dampak positif terbesar dari pariwisata hijau adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
Alih-alih keuntungan hanya dinikmati investor besar, model ini memastikan warga sekitar ikut tumbuh bersama destinasi.

Wisatawan diajak:

  • Menginap di homestay milik warga.

  • Membeli produk UMKM lokal.

  • Ikut dalam workshop budaya seperti membatik atau menenun.

Contohnya di Desa Penglipuran (Bali) dan Wae Rebo (Flores) — dua destinasi yang berhasil menyeimbangkan antara pelestarian budaya dan kesejahteraan warga.

Menurut data Kemenparekraf 2025, pendapatan dari wisata berbasis komunitas meningkat 47% dibanding tahun sebelumnya.
Artinya, traveling hijau bukan hanya baik untuk alam, tapi juga untuk manusia.


◆ Tantangan dalam Mewujudkan Pariwisata Hijau

Meski potensinya besar, implementasi pariwisata hijau tidak mudah.
Masih banyak tantangan yang harus dihadapi:

  1. Kesadaran Wisatawan
    Banyak turis masih abai terhadap etika lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan atau memakai plastik sekali pakai.

  2. Biaya dan Infrastruktur
    Investasi fasilitas hijau seperti energi surya atau pengelolaan limbah ramah lingkungan masih mahal bagi usaha kecil.

  3. Overtourism
    Ironisnya, destinasi hijau yang populer justru berisiko mengalami kelebihan pengunjung, yang akhirnya merusak lingkungan itu sendiri.

Pemerintah dan sektor swasta kini bekerja sama untuk menciptakan standar nasional pariwisata berkelanjutan, termasuk sertifikasi Green Hotel dan Eco Destination.


◆ Kesimpulan: Liburan yang Menyembuhkan, Bukan Merusak

Pariwisata hijau 2025 bukan sekadar tren, tapi kesadaran baru bahwa perjalanan bisa menjadi kekuatan positif bagi bumi.
Liburan kini bukan hanya soal “kemana kita pergi,” tapi “bagaimana kita pergi.”

Dengan memilih destinasi ramah lingkungan, mendukung ekonomi lokal, dan mengurangi jejak karbon, setiap wisatawan bisa menjadi bagian dari solusi.
Karena menjaga alam bukan tugas segelintir orang — tapi tanggung jawab semua yang pernah menikmati keindahannya.

Di era baru ini, pariwisata bukan lagi pelarian dari dunia, tapi cara kita berdamai dengan dunia.


◆ Referensi