◆ Latar Belakang Munculnya Tren Pariwisata Berkelanjutan
Dalam satu dekade terakhir, kesadaran tentang dampak negatif pariwisata massal terhadap lingkungan semakin meningkat. Sampah plastik, kerusakan terumbu karang, over-tourism, dan eksploitasi budaya lokal menjadi isu serius.
Sebagai respons, banyak negara — termasuk Indonesia — mulai mengembangkan konsep Pariwisata Berkelanjutan. Konsep ini menekankan tiga pilar: perlindungan lingkungan, kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat lokal, dan pelestarian budaya.
Tren ini semakin menguat pascapandemi COVID-19. Wisatawan kini lebih peduli pada keberlanjutan, memilih destinasi yang menjaga alam, mendukung ekonomi lokal, dan memberi pengalaman autentik tanpa merusak.
◆ Implementasi Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia
Pemerintah Indonesia menjadikan Pariwisata Berkelanjutan sebagai strategi utama dalam pengembangan destinasi wisata nasional. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) untuk membuat standar destinasi ramah lingkungan.
Program seperti Desa Wisata Berkelanjutan, Sertifikasi Green Hotel, dan Pengelolaan Sampah Wisata mulai diterapkan di berbagai daerah. Beberapa destinasi seperti Bali, Labuan Bajo, dan Raja Ampat telah menerapkan kuota pengunjung, larangan plastik sekali pakai, serta penggunaan energi terbarukan.
Selain itu, pemerintah memberikan insentif bagi pelaku usaha wisata yang mempekerjakan warga lokal, membeli produk lokal, dan mendukung pelestarian budaya tradisional.
◆ Contoh Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia
Sejumlah destinasi Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia telah menjadi contoh sukses:
-
Raja Ampat (Papua Barat Daya) — Dikenal sebagai pusat ekowisata laut dunia, dengan pengelolaan berbasis masyarakat lokal dan pembatasan kapal wisata untuk melindungi terumbu karang.
-
Ubud (Bali) — Fokus pada wisata wellness dan budaya, banyak vila menggunakan energi surya dan pengolahan limbah organik.
-
Nglanggeran (DIY) — Desa wisata yang mengelola pariwisata secara komunitas, mempekerjakan warga lokal, dan menjaga kawasan geopark tetap alami.
-
Tana Toraja (Sulawesi Selatan) — Mengembangkan wisata budaya berbasis komunitas dengan regulasi ketat menjaga adat dan arsitektur tradisional.
Destinasi ini membuktikan bahwa pariwisata bisa berkembang tanpa merusak lingkungan atau menghilangkan budaya lokal.
◆ Dampak Positif bagi Masyarakat dan Lingkungan
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan membawa banyak dampak positif. Pertama, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Banyak warga yang dulunya hanya mengandalkan pertanian atau perikanan kini mendapat penghasilan tambahan dari homestay, kuliner, kerajinan, dan jasa pemandu wisata.
Kedua, membantu pelestarian lingkungan. Dana dari tiket wisata digunakan untuk konservasi alam, penanaman pohon, dan pengelolaan sampah. Masyarakat lokal ikut aktif menjaga ekosistem karena mereka mendapat manfaat langsung dari kelestarian lingkungan.
Ketiga, memperkuat identitas budaya. Alih-alih digantikan budaya modern, tradisi lokal justru dilestarikan karena menjadi daya tarik utama wisatawan.
◆ Tantangan Menerapkan Pariwisata Berkelanjutan
Meski potensinya besar, menerapkan Pariwisata Berkelanjutan bukan hal mudah. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran pelaku wisata terhadap pentingnya keberlanjutan. Banyak yang masih mengejar keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Selain itu, minimnya infrastruktur ramah lingkungan seperti pengolahan limbah, energi terbarukan, dan transportasi hijau membuat banyak destinasi kesulitan beralih ke sistem berkelanjutan.
Tantangan lainnya adalah lemahnya pengawasan. Beberapa destinasi belum memiliki regulasi kuota pengunjung yang ketat, sehingga rawan over-tourism yang bisa merusak lingkungan dan budaya lokal.
◆ Peran Teknologi dalam Mendorong Pariwisata Berkelanjutan
Teknologi digital menjadi alat penting untuk mempercepat penerapan Pariwisata Berkelanjutan. Platform reservasi online kini menyediakan label “eco-friendly” bagi hotel dan destinasi ramah lingkungan.
Media sosial juga efektif untuk mengedukasi wisatawan tentang etika berkunjung, seperti larangan membuang sampah, menjaga satwa liar, dan membeli produk lokal.
Selain itu, beberapa startup Indonesia mulai mengembangkan aplikasi jejak karbon perjalanan untuk membantu wisatawan menghitung dan mengurangi dampak lingkungan dari liburan mereka.
◆ Masa Depan Pariwisata Indonesia di Era Berkelanjutan
Melihat tren 2025, Pariwisata Berkelanjutan tampaknya akan menjadi masa depan industri wisata Indonesia. Pemerintah menargetkan 10.000 desa wisata berkelanjutan aktif pada tahun 2030.
Permintaan wisata ramah lingkungan dari wisatawan mancanegara terus meningkat, terutama dari Eropa dan Jepang yang menjadikan keberlanjutan sebagai pertimbangan utama. Ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin ekowisata di Asia.
Jika dikelola dengan baik, pariwisata berkelanjutan bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi sekaligus alat pelestarian alam dan budaya Indonesia.
🏁 Penutup
◆ Kesimpulan
Pariwisata Berkelanjutan bukan hanya tren sesaat, tapi menjadi arah baru industri wisata Indonesia di tahun 2025. Konsep ini menempatkan alam, budaya, dan masyarakat lokal sebagai pusat utama pengembangan destinasi.
Dengan dukungan pemerintah, pelaku industri, dan wisatawan yang semakin sadar lingkungan, masa depan pariwisata Indonesia bisa menjadi lebih hijau, inklusif, dan tahan lama.